Jika Saya Kaya Raya
Rasulullah SAW memberikan pesan agar kita menjadi orang paling kaya.
وَارْضَ بِما قَسَمَ الله لَكَ تَكُنْ أَغْنَى النّاسِ
''Ridhalah dengan apa yang
dibagikan Allah SWT untukmu, niscaya engkau menjadi orang yang paling kaya.''
(HR Turmudzi).
Penggalan hadits Rasulullah SAW
di atas, adalah potongan dari hadits lengkap yang disampaikan
Abu Hurairah, ihwal 5 perkara yang diwasiatkan Baginda Rasul kepada sahabat
kesayangannya itu.
Hadits ini merupakan bentuk
nyata betapa susahnya menumbuhkan rasa qanaah atau merasa cukup.
Hadits itu mengandung maksud
orang paling kaya adalah mereka yang qanaah atas apa pun pemberian Allah SWT.
Betapa positif dan bermartabatnya hidup ini bila seseorang selalu merasa ridha
dan cukup dengan segala kondisinya. Dengan qanaah, yang sedikit akan menjadi
banyak dan yang banyak akan menjadi berkah.
Kesenangan tidak akan sempurna
dan nikmat tidak akan menjadi besar kecuali dengan memutuskan angan-angan
memiliki seperti yang dimiliki orang lain.
وازهَدْ
فيما في أيدي النَّاسِ يُحبَّك النَّاسُ
''Himpunlah rasa putus asa
terhadap apa-apa yang ada di tangan manusia, maka mereka akan mencintaimu.''
(HR Ibnu Majah).
Sikap tidak menerima atas apa
yang telah dimiliki, hanya akan menguras keterkaitan hati dengan Allah SWT.
Akibatnya, kehidupan yang sebenarnya tidak akan bisa dirasakan. Sementara
kehidupannya menjadi tidak tertata. Ridha dengan pemberian, mensyukuri
pemberian Allah SWT, dan menginvestasikannya untuk hal yang bermanfaat, maka
inilah sebenarnya yang disebut kaya nan mulia. Allah SWT berjanji kepada orang
yang hatinya dipenuhi keridhaan akan memenuhi hatinya dengan kekayaan, rasa
aman, penuh dengan cinta, dan tawakkal kepada-Nya.
Sebaliknya, bagi yang tidak
ridha, hatinya akan dipenuhi dengan kebencian, kemungkaran, dan durhaka.
Pantaskah sebagai seorang hamba mengaku kekurangan, sementara pada waktu yang
sama, kita masih memiliki akal. Andai kata akal itu dibeli orang atau
menukarnya dengan emas dan perak sebesar gunung, kita pasti enggan menerimanya.
Kita memiliki dua mata yang
sekiranya dibayar dengan permata sebesar Gunung Uhud, pasti tidak rela. Saat
ini banyak orang enggan mengakui dan menyebut dirinya orang paling kaya.
Kekayaan hanya mereka ukur dengan materi, banyaknya harta, dan pangkat yang
tinggi.
Bersyukurlah atas nikmat agama,
akal, kesehatan, pendengaran, penglihatan, rezeki, keluarga, penutup (aib), dan
nikmat lain yang tak terhitung. Sebab, di antara manusia itu ada yang hilang
akalnya, terampas kesehatannya, dipenjara, dilumpuhkan, atau ditimpakan
bencana.
Kini saatnya untuk menyadari bahwa
kita sebenarnya adalah orang yang paling kaya. Caranya dengan selalu qanaah dan
merasa ridha. Bersyukur dengan apa yang kita miliki, sehingga hidup lebih
bermakna, berkah, serta lebih berarti. Jadikanlah keridhaan itu dengan
mengosongkan hati dari berbagai sangkaan dan membiarkannya hanya untuk Allah
SWT.
sumber
: Harian Republika
Comments
Post a Comment